Gubernur Kalteng Hadiri Pembukaan Rakornas Penanggulangan Bencana Tahun 2021 secara Virtual
PALANGKA RAYA – BIRO ADPIM. Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) H. Sugianto Sabran menghadiri acara pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Penanggulangan Bencana Tahun 2021 dengan Tema “Tangguh Hadapi Bencana” melalui video conference dari Aula Jayang Tingang, Lantai II Kantor Gubernur Kalteng, Rabu (3/3/2021).
Hadir secara langsung di Istana Negara Jakarta mendampingi Presiden RI Joko Widodo, antara lain Wakil Presiden K.H. Ma’ruf Amin, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Doni Monardo.
Adapun tampak hadir mendampingi Gubernur Kalteng Sugianto Sabran di Aula Jayang Tingang pada Rakornas hari ini, antara lain Danrem 102/Pjg Brigjen TNI Purwo Sudaryanto, Kajati Kalteng Iman Wijaya, dan Ketua Pengadilan Tinggi Palangka Raya Mochamad Hatta.
Acara pembukaan Rakornas ini dihadiri secara virtual oleh para Menteri Kabinet Indonesia Maju, Panglima TNI dan Kapolri beserta jajarannya, Kepala BMKG, para pimpinan lembaga, para pejabat BNPB dan Satgas Covid-19, Gubernur/Bupati/Wali Kota se-Indonesia, para Ketua Posko dari tingkat desa, kelurahan, hingga provinsi, perwakilan dunia usaha, para pakar dan akademisi, Ormas, media, serta relawan Covid-19 dan relawan penanggulangan bencana.
Rakornas sendiri akan digelar selama 4 hari, yakni pada 4, 5, 9, dan 10 Maret 2020 serta disiarkan secara langsung oleh beberapa stasiun televisi.
Presiden RI Joko Widodo, dalam sambutannya saat membuka kegiatan mengatakan bahwa bencana alam dan non alam, seperti Covid-19, yang dihadapi Indonesia dan negara-negara lain di dunia, harus ditangani dengan cepat, inovatif, dan berkolaborasi dengan banyak pihak terkait, termasuk negara-negara lain dan lembaga-lembaga internasional.
Pada kesempatan ini, Presiden pun menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada seluruh jajaran BNPB yang telah membantu mengatasi krisis bencana saat ini. “Pengalaman ini harus kita jadikan sebagai momentun dalam memperkokoh ketangguhan kita untuk menghadapi seluruh bencana,” ujar Presiden.
Presiden pun mengingatkan bahwa Indonesia yang rawan bencana, baik bencana hidrologi maupun geologi, harus memiliki sistem pencegahan dan mitigasi bencana yang baik. “Saya melihat kunci utama dalam mengurangi resiko bencana adalah terletak pada aspek pencegahan dan mitigasi bencana yang selalu saya sampaikan berulang-ulang. Pencegahan-pencegahan, jangan terlambat. Jangan hanya bersifat reaktif saat bencana terjadi. Kita harus menyiapkan diri dengan antisipasi, betul-betul terencana dengan baik. Karena itu, kebijakan nasional dan kebijakan daerah harus sensitif terhadap kerawanan bencana,” tegas Presiden.
Dalam menghadapi kerawanan bencana, Pemerintah Indonesia sudah memiliki rencana untuk penanggulangan bencana tahun 2020-2024 yang tertuang dalam Perpres Nomor 87 Tahun 2020. “Poin penting, bukan hanya berhenti memiliki grand design dalam jangka panjang, tapi grand design itu harus diturunkan dalam kebijakan-kebijakan, dalam perencanaan-perencanaan, termasuk tata ruang yang sensitif dan memperhatikan aspek penanggulangan bencana serta dilanjutkan dengan audit pengendalian kebijakan dan tata ruang yang berjalan di lapangan, bukan hanya di kertas saja,” ucap Presiden dalam arahannya saat membuka kegiatan.
Lebih lanjut, Presiden Joko Widodo menegaskan beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dalam penanggulangan bencana di Indonesia. “Yang pertama, jangan kita disibukkan membuat aturan, tapi pelaksanaan di lapangan, karena itu yang dilihat oleh masyarakat dan rakyat. Yang utama adalah aspek pengendaliannya dan penegakan standar-standar di lapangan. Misalnya, standar bangunan, fasilitas umum, dan fasilitas sosial. Hal seperti ini harus dikawal dalam pelaksanaannya, diikuti dengan audit ketahanan bangunan yang betul-betul sesuai dengan standar, sehingga korban bisa diminimalisir,” jelas Presiden.
Kemudian yang kedua, menurut Presiden, kebijakan untuk mengurangi resiko bencana harus benar-benar terintegrasi. “Apa yang dilakukan dulu, apa yang tengah dilakukan, betul-betul dilihat. Tidak boleh ada ego sektoral, ego daerah. Semua yang terintegrasi benar-benar terintegrasi semuanya. Hati-hati ini bencana, berbeda dengan hal-hal yang normal,” kata Presiden kembali menegaskan.
Presiden melanjutkan, yang ketiga adalah manajemen tanggap darurat serta kemampuan melakukan rehabilitasi dan rekontruksi yang cepat. “Ini penting sekali pasca bencana, harus terus diperbaiki. Sistem peringatan dini harus teruji dengan baik, dicek terus, bekerja dengan cepat dan bisa bekerja akurat. Dan, dengan kecepatan respon yang terus ditingkatkan, semua rencana kontinjensi dan rencana operasi saat tanggap darurat harus dapat diimplementasikan dengan cepat. Sekali lagi, kecepatan adalah kunci menyelamatkan dan mengurangi jatuhnya korban,” Presiden mengingatkan.
Menutup sambutan dan arahannya, Presiden menekankan bahwa memberikan edukasi dan literasi pada masyarakat terkait dengan bencana harus terus ditingkatkan, mulai dari lingkup sosial yang paling kecil, yaitu keluarga. “Lakukan simulasi bencana secara rutin di daerah yang rawan bencana, sehingga warga semakin siap menghadapi bencana yang ada,” pungkas Presiden Joko Widodo.
Sementara itu, Kepala BNPB Letjen TNI Doni Monardo, dalam laporannya menyampaikan bahwa sejak awal Februari 2020 hingga akhir Februari 2021, BNPB mencatat ada 3253 kali bencana di Indonesia. “Ini artinya, setiap hari ada 9 kali bencana, apakah itu berupa tsunami, erupsi gunung berapi, Karthula, banjir bandang, tanah longsor, dan angin puting beliung. Setiap kejadian bencana selalu diikuti dengan kehilangan harta benda dan korban jiwa,” ungkap Doni.
Menteri Keuangan mencatat Indonesia mengalami kerugian ekonomi akibat bencana rata-rata Rp 22,8 triliun per tahun. “Angka yang sangat besar. Belum lagi melihat statistik korban jiwa akibat bencana dalam 10 tahun terakhir rata-rata 1103 korban jiwa meninggal akibat bencana,” Doni menambahkan.
Dalam laporannya, Doni juga mengungkapkan bahwa Bank Dunia menyebut Indonesia sebagai salah satu dari 36 negara dengan tingkat resiko ancaman bencana paling tinggi di dunia. Untuk itu, dikatakan Doni, menindaklanjuti arahan Presiden pada 4 Februari 2021, maka seluruh instansi pemerintah, TNI, Polri, dan pemerintah daerah sudah, sedang, dan terus bersinergi melakukan berbagai upaya pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan penanggulangan bencana melalui pendekatan kolaborasi pentahelix dengan kalangan akademisi, dunia usaha, komunitas, relawan, dan media. Literasi bencana juga terus ditingkatkan untuk mengurangi resiko bencana. (ran/sop/dmr)