Dukung Komitmen “Indonesia Bebas Merkuri 2030”, Pemprov Kalteng Gelar Rakor Percepatan Penyusunan RAD Pengurangan dan Penghapusan Merkuri
PALANGKA RAYA – BIRO ADPIM. Sekretaris Daerah (Sekda) Fahrizal Fitri menghadiri Rapat Koordinasi (Rakor) Percepatan Penyusunan Rencana Aksi Daerah Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAD PPM) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) secara virtual melalui video conference (Vicon) dari Ruang Rapat Bajakah, Kompleks Kantor Gubernur, Palangka Raya pada Kamis (22/4/2021).
Rakor Percepatan Penyusunan RAD PPM Kalteng ini digelar oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalteng melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dalam rangka menindaklanjuti dukungan Pemerintah Swedia melalui Swedish Chemical Agency / KEMI yang telah disampaikan Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) beberapa waktu lalu. Rakor ini dilaksanakan terpusat di Aula DLH Provinsi Kalteng. Tampak hadir juga secara virtual dalam Vicon tersebut dari tempat kerja masing-masing, yaitu Direktur Pengelolaan B3 Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 (PSLB3) KLHK Nur Yun Insiani serta perwakilan KEMI Hoetomo.
Selain itu, kegiatan dalam rangka percepatan penyusunan RAD PPM Provinsi Kalteng ini adalah tindak lanjut Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN PPM) dan Keputusan Gubernur Kalteng Nomor 188.44/5/2020 tentang Tim Penyusun dan Pelaksana Rencana Aksi Daerah Pengurangan dan Penghapusan Merkuri tanggal 8 Januari 2020.
Pada kesempatan tersebut, Sekda Kalteng Fahrizal Fitri dalam sambutannya menyampaikan bahwa merkuri atau raksa adalah bahan berbahaya yang sifatnya toksik sulit terurai dan bisa berpindah tempat melalui atmosfer. “Secara global telah dilarang penggunaannya, namun sektor industri dan kesehatan masih menggunakan dengan aturan tertentu. Namun, khusus di sektor tambang emas merkuri sudah dilarang,” imbuh Sekda Fahrizal.
Lebih lanjut Sekda Fahrizal menjelaskan bahwa untuk di Kalteng, umumnya merkuri digunakan untuk pertambangan emas rakyat (pertambangan emas skala kecil) yang menjadi mata pencaharian masyarakat di sekitar lokasi tambang. “Lebih banyak dilakukan secara ilegal, maka sulit untuk menentukan jumlah luasan dampak lingkungan bagi kesehatan dan ekonomi yang membuat mereka diidentikkan dengan istilah PETI (Penambang Emas Tanpa Izin),” beber Sekda Kalteng tersebut.
Sekda Kalteng mengutarakan bahwa hingga sampai saat ini belum ada data akurat yang menunjukkan jumlah penambang, luas areal tambang, serta jumlah pemakaian merkuri. “Data terkait dampak kesehatan atau keracunan akibat dampak merkuri juga sangat minim di Indonesia, termasuk di Kalteng. Hal ini membuat sulitnya pembuktian bahaya merkuri terhadap kesehatan, terutama terhadap pelaku penambang emas skala kecil atau masyarakat kecil yang tinggal di sekitar area tambang,” ungkapnya.
Dampak merkuri yang berbahaya bagi kesehatan mendorong Pemerintah untuk berkomitmen mewujudkan “Indonesia Bebas Merkuri 2030” dengan mengeluarkan Perpres Nomor 21 tahun 2019. Perpres tersebut merupakan implementasi Konvensi Minamata yang bertujuan melindungi kesehatan manusia dan lingkungan hidup dari emisi serta senyawa merkuri antropogenik. Perpres itu juga menganjurkan daerah untuk membuat rencana aksi daerah di tiap daerah di Provinsi, Kabupaten/Kota sebagai tindak lanjut pelaksanaan Rencana Aksi Nasional PPM.
Sementara itu, Direktur Pengelolaan B3 Direktorat Jenderal PSLB3 KLHK Nur Yun Insiani mengatakan, “RAN PPM merupakan dokumen rencana kerja tahunan untuk mengurangi dan menghapuskan merkuri di tingkat nasional secara terpadu dan berkelanjutan dengan memprioritaskan 4 bidang, yaitu manufaktur, energi, pertambangan dengan skala kecil, dan juga kesehatan.”
Direktur Pengelolaan B3 Nur Yun Insiani juga menjelaskan bahwa Rencana Aksi Daerah atau RAD ini merupakan dokumen rencana kerja tahunan bagi daerah yang wajib disusun, kemudian ditetapkan melalui Peraturan Kepala Daerah. “Selama pelaksanaan kewajiban, penting yang harus dilakukan oleh setiap Pemerintah Daerah adalah melakukan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan penyelenggaraan Rencana Aksi Daerah tersebut,” ungkapnya.
“Pemantauan Rencana Aksi Daerah penting dilakukan untuk mengumpulkan data dan informasi capaian pengurangan dan penghapusan merkuri. Dalam pelaksanaan Rencana Aksi Daerah, juga kita perlu melakukan penilaian terhadap capaian, pengelolaan hambatan, maupun penetapan waktu pelaksanaannya,” kata Nur Yun Insiani lebih lanjut.
Dalam kurun waktu beberapa tahun belakangan ini, melalui dukungan Pemerintah Swedia, Swedish Chemical Agency / KEMI bermitra erat dengan LHK dalam berbagai hal terkait dengan pengolahan berbahan bahaya dan beracun. “KEMI berkomitmen memberikan bantuan dan dukungan technical assistance kepada Pemerintah Daerah dalam upaya menyusun rencana aksi daerah di wilayah tersebut. Adapun Pemerintah Daerah yang mendapatkan dukungan melalui problem kerja sama dengan KEMI ini adalah Kalimantan Tengah,” kata Nur Yun Insiani.
Dalam kesempatan itu, Hoetomo mewakili KEMI menyampaikan sambutan Penasehat Senior Urusan Internasional KEMI. “KEMI merasa bangga dapat berperan dalam upaya menghapus penggunaan merkuri di Indonesia. Swedia dan Indonesia merupakan para pihak dari Konvensi Minamata dan oleh karenanya perlu bekerja sama, berusaha keras untuk dapat menjalankan amanah konvensi, yaitu untuk meminimalkan efek merkuri pada kesehatan manusia dan lingkungan,” kata Hoetomo.
Hoetomo mengemukakan bahwa polusi bahan kimia mengancam ekosistem. Pengelolaan bahan kimia dan lingkungan yang tidak sehat merupakan penyebab utama pencemaran sumber daya utama bagi mata pencaharian manusia, termasuk juga media air, udara, dan tanah. “Emisi kimia merkuri juga berkontribusi pada kegiatan-kegiatan manusia di darat maupun lautan. Kehadiran merkuri yang merupakan warisan potensi perubahan iklim untuk mempengaruhi mobilisasi pencemaran mempersulit kemampuan kita menilai potensi perubahan di masa depan,” ungkapnya.
Lebih lanjut Hoetomo menjelaskan bahwa di Indonesia terdapat penambangan emas skala kecil. “Emisi terkait dengan penambangan emas skala kecil mencapai hampir 38% dari total global merkuri di dunia berdasarkan Global Mercury Assesment yang dilakukan UN tahun 2018. Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi sumber merkuri dan tindakan untuk meminimalkan merkuri. Proyek percontohan ini untuk mendukung tugas Pemprov Kalteng, dan kami berharap dapat bermanfaat bagi provinsi lain,” tegasnya.
Sekda Kalteng Fahrizal Fitri, dalam kesempatan itu, juga mengharapkan saran dan masukan dari seluruh peserta Rakor terhadap rencana aksi daerah, serta mengucapkan terima kasih atas dukungan dari berbagai pihak dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan hidup di Bumi Tambun Bungai. “Kami mengucapkan terima kasih atas peran KLHK, Pemerintah Swedia melalui KEMI, Yayasan Tambuhak Sinta, dan LSM Lentera Kartini yang mana ini adalah bagian dari mewujudkan, memulihkan, dan menjaga lingkungan dan masyarakat Kalteng dari bahaya merkuri,” pungkas Sekda Kalteng. (renn/dew/ben)