Ikuti Rakor Inflasi, Sahli Ekeubang: Perlu Kolaborasi Provinsi dan Kota

Sahli Ekeubang Yuas Elko secara virtual mengikuti Rakor Pengendalian Inflasi Tahun 2025 dari Ruang Rapat Bajakah, Lantai II Kantor Gubernur, Senin (6/10/2015).
PALANGKA RAYA – BIRO ADPIM. Staf Ahli (Sahli) Gubernur Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan (Ekeubang) Yuas Elko mengikuti Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Tahun 2025 dan Percepatan Realisasi Belanja untuk Menjaga Pertumbuhan Ekonomi serta Pembahasan Evaluasi Dukungan Pemerintah Daerah (Pemda) dalam Program 3 Juta Rumah Bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Rakor ini dilaksanakan secara virtual dari Sasana Bhakti Praja Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Senin (6/10/2025). Rakor hari ini dipimpin langsung oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendagri Tomsi Tohir.
Dalam paparannya, Tomsi Tohir menyampaikan, “Saya ingin menampilkan 10 Provinsi yang inflasinya tertinggi, antara lain Sumatera Utara (5,32%), Riau (5,08%), Aceh (4,45%), Sumatera Barat (4,22%), Sulawesi Tengah (3,88%), Jambi (3,77%), Sulawesi Tenggara (3,68%), Papua Pegunungan (3,55%), Sumatera Selatan (3,44%), dan Papua Selatan (3,42%).”
Sedangkan Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Maluku, Kalimantan Selatan, Kepulauan Riau, NTB, Jawa Tengah, Bengkulu, DIY, Jawa Timur, Bali, DKI Jakarta, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Banten, NTT, Papua Tengah, Jawa Barat, Gorontalo, Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Utara, berada pada Batas Rentang Target Inflasi (1,5%-3,5%).
Sementara itu, Provinsi dengan inflasi terendah, yaitu Papua Barat Daya (1,30%), Lampung (1,17%), Papua Barat (1,02%), Papua (0,99%), dan Maluku Utara (-0,17 %).
“Kami mohon menjadi perhatian para Gubernur, khususnya 10 Provinsi tertinggi,” lanjutnya.
Selanjutnya, Kabupaten dengan inflasi tertinggi, yaitu Kabupaten Deli Serdang (6,81%).
“Kalau teman-teman Kepala Daerah turun ke pasar dengan angka 6 ini, tentunya sangat dirasakan oleh masyarakat,” ujarnya yang menambahkan kenaikan harga bahan pokok di Kota dengan inflasi tinggi juga sangat dirasakan masyarakat.
“Oleh sebab itu, teman-teman Kepala Daerah dan Pemerintah Daerah harus bekerja keras di daerah yang merah-merah ini,” harapnya.
“Kemudian, Labuan Batu, Masaman Barat, Tembilahan, Kerinci, Aceh Tengah, Kampar, Toli-Toli, Karo, Luwuk, ini bukan daerah-daerah yang sulit untuk distribusi,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia memaparkan Kota yang mengalami inflasi tertinggi, antara lain Pematang Siantar, Gunung Sitoli, Padang Sidempuan, Dumai, Baubau, Sibolga, Pekanbaru, Medan, Bukit Tinggi, dan Lhokseumawe.
“Ini bukan daerah-kota yang distribusinya terhambat. Oleh sebab itu, Bapak/Ibu sekalian kami mohon cek kembali ini,” pintanya.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, “Pada tanggal 1 Oktober 2025, kami baru umumkan angka inflasi September 2025, di mana inflasi bulan ke bulan (m-t-m) pada September 2025 tercatat 0,21%, inflasi tahun ke tahun (y-o-y) sebesar 2,65%, dan inflasi tahun kalender, yaitu inflasi Bulan September 2025 terhadap Bulan Desember 2024 sebesar 1,82%”.
Sebagaimana diketahui, inflasi m-t-m dibandingkan beberapa bulan lalu menunjukkan inflasi di Bulan September relatif sedikit lebih tinggi dibandingkan 4 bulan lalu.
“Namun, beberapa catatan yang bisa kami sampaikan bahwa 0,62% dari inflasi y-o-y 2,65% itu disumbang oleh perawatan pribadi dan jasa lainnya, dalam hal ini adalah karena didorong oleh kenaikan harga emas, sehingga inflasi untuk kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya adalah sebesar 9,59% secara y-o-y. Bahkan, secara m-t-m, perawatan pribadi dan jasa lainnya ini mengalami inflasi sebesar 1,24%, sehingga untuk m-t-m memberikan andil inflasi 0,68%. Yang berikutnya adalah yang mengalami inflasi kedua terbesar adalah kelompok makanan, minuman, dan tembakau,” urai Amalia.
Sebagai informasi, untuk inflasi September 2025 (m-t-m), sebagian besar Provinsi (24 Provinsi) mengalami inflasi dan 14 Provinsi lainnya mengalami deflasi. Provinsi dengan inflasi tertinggi di Pulau Sumatera yaitu Riau (1,11%), sedangkan inflasi terendah yaitu Lampung (0,16%). di Pulau Jawa, inflasi tertinggi Jawa Timur (0,23%) dan inflasi terendah Banten (0,10%). Di Kalimantan, inflasi tertinggi Kalimantan Tengah (0,33%) dan inflasi terendah Kalimantan Utara (0,01%). Di Bali-Nusa Tenggara, inflasi tertinggi NTB (0,22%) dan inflasi terendah (0,43%). Di Sulawesi, inflasi tertinggi Sulawesi Utara (0,07%) dan inflasi terendah Sulawesi Tenggara (0,26%). Di Maluku-Papua, inflasi tertinggi Papua Barat (0,97%) dan inflasi terendah Papua Selatan (1,08%).
Kelompok pengeluaran penyumbang inflasi bulanan terbesar adalah kelompok makanan, minuman, dan tembakau (0,38%) yang memberikan andil inflasi 0,11%. Selain itu, komoditas penyumbang utama inflasi dari kelompok ini, yaitu cabai merah, daging ayam ras, dan cabai hijau. Namun, ada juga beberapa komoditas kelompok makanan, minuman l, dan tembakau yang menjadi peredam inflasi, seperti bawang merah, tomat, bawang putih, dan cabai rawit.
Secara historis di setiap Bulan September pada 2021-2024, beras secara umum mengalami inflasi. Sementara pada September 2025, beras mengalami deflasi. Ini merupakan deflasi kedua yang terjadi di tahun ini. Sebelumnya, terjadi deflasi beras di Bulan April 2025. Deflasi terdalam di Aceh (-5,06%), sedangkan inflasi tertinggi di Papua Selatan (0,94%).
Untuk Indeks Perkembangan Harga (IPH) minggu pertama Bulan Oktober 2025, tercatat 18 Provinsi mengalami kenaikan IPH, sedangkan 20 Provinsi lainnya mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya. Komoditas penyumbang andil kenaikan IPH adalah cabai merah, beras, dan daging ayam ras.
Sebanyak 10 Kabupaten/Kota dengan kenaikan IPH tertinggi berada di luar Pulau Jawa dan Sumatera, salah satunya adalah Kabupaten Katingan, dengan andil terbesar cabai rawit, daging ayam ras, dan minyak goreng.
Pada Rakor ini, juga disampaikan isu tentang turunnya kualitas beras SPHP serta temuan Ketua Komisi IV DPR RI di Gudang Bulog Ternate pada 23 September 2025 lalu.
Direktur Bidang Kerawanan Pangan dan Gizi Nita Yulianis terkait isu tersebut menyampaikan, “Stok beras di Gudang Bulog adalah sebesar 3,84 juta ton dan pengadaan masih terus dilakukan. Sebanyak 29,99 ribu ton beras yang terdiri dari 3 ribu ton beras DN dan 26,89 ribu ton beras LN tergolong telah turun mutu dan sebanyak 1,45 juta ton (37,95% dari total stok) memiliki usia simpan lebih dari 6 bulan. Beras yang mengalami turun mutu akan dilakukan Reprocessing dalam rangka memperbaiki mutu beras tersebut ketika akan disalurkan.”
Selain itu, menurutnya, perlu koordinasi masing-masing mitra penyaluran agar tidak terjadi selisih paham dalam harga dan mekanisme penjualan Beras SPHP, sehingga mitra penyaluran Kios Pangan, KDKMP, dan RPK melaporkan terkait menurunnya minat warga dalam membeli beras SPHP akibat GPM yang dilakukan oleh TNI/Polri. Beras SPHP yang terdapat pada GPM TNI/Polri dijual dengan garga setara gudang, sehingga menyulitkan mitra lainnya dalam menjual beras SPHP di atas harga tersebut.
“Perum Bulog perlu melakukan pengujian kualitas CBP secara berkala untuk memastikan beras yang disalurkan kepada masyarakat layak untuk dikonsumsi dari segi sensori dan keamanan,” ujarnya.
Rakor ini selanjutnya membahas Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Program Strategis Nasional 3 Juta Rumah yang disampaikan Direktur Jenderal Perumahan dan Kawasan Permukiman Imran.
Dalam paparannya, disampaikan bahwa baru 156 Kabupaten/Kota di 32 Provinsi yang mengimplementasikan program dengan Perkada PBG dan BPHTB dengan jumlah unit 49.635 unit.
“Beberapa daerah yang masih belum mengimplementasikan, kami berharap tentunya sudah mengimplementasikan pada minggu-minggu yang akan datang,” ucapnya.
“Ada 358 daerah belum mengimplementasikan terkait dengan Perkada ini. Selanjutnya, ada 20 daerah di seluruh Indonesia, baik itu pedesaan, perkotaan, maupun pesisir, yang sudah secara luar biasa mengimplementasikan,” lanjutnya.
“Ini dapat kita lihat yang sudah mencapai di atas 1.000. Untuk pedesaan, itu ada di Kabupaten Banyuasin 3.000 lebih, kemudian Kabupaten dengan 1.600 lebih, Kabupaten Deli Serdang 1.300 lebih, Kabupaten Madiun 1.200 lebih, Kabupaten Bandung 1.200 lebih, dan Kabupaten Sumedang 1.100 lebih,” paparnya.
Di perkotaan, lanjutnya, ada Kota Banjarmasin 3.000 lebih, Kota Kendari 2.002, dan Kota Jambi 1.000 lebih. Kemudian, untuk pesisir, ada di Kabupaten Kubu Raya 5.600, Kabupaten Bone 2.300 lebih, dan Kabupaten Lampung Selatan 1.300 lebih.
“Pada kesempatan ini, juga kami ingin menyampaikan kami mendorong seluruh Pemerintah Daerah untuk menganggarkan dalam RKPD tahun 2026 sampai dengan 2029, tentunya sesuai dengan Perpres 12 Tahun 2025 maupun Permendagri 10 Tahun 2025,” tuturnya.
Terkait evaluasi pendataan perumahan oleh seluruh Pemerintah Daerah, Kabupaten/Kota di 37 provinsi dengan pembiayaan dari APBD sudah menyampaikan laporan untuk pembangunan baru, 14 Provinsi sudah menyampaikan pembiayaan dari APBD, dan 31 Provinsi sudah menyampaikan pembiayaan dari swadaya masyarakat.
Terkait dengan peningkatan kualitas atau renovasi, Kabupaten/Kota di 37 Provinsi sudah menyampaikan pembiayaan dari APBD, 18 Provinsi sudah menyampaikan pembiayaan dari APBD, dan 25 Provinsi sudah menyampaikan pembiayaan dari swadaya masyarakat.
“Sampai dengan tanggal 4 Oktober yang lalu, ini sudah ada 451.516 unit yang sudah direnovasi oleh yang bersumber dari APBD maupun dari swadaya masyarakat,” lanjutnya.
Sedangkan untuk pembangunan baru, ada 1 Provinsi dengan pembiayaan dari APBD yang belum melaporkan, yaitu Bengkulu.
“Ini sudah beberapa minggu ini belum masuk laporan kepada kami dan sudah kami umumkan juga ini di beberapa kesempatan, selanjutnya 24 Pemerintah Daerah yang belum menyampaikan terkait dengan pembelahan dari APBD, kemudian yang selanjutnya ada 7 Pemerintah Daerah yang belum menyampaikan ini pemilihan sumber pembiayaan dari biaya sendiri atau swadaya,” pungkasnya.
Ada beberapa poin penting bidang perumahan yang akan intervensi oleh pemerintah pada tahun 2026-2029.
“Jadi, kepada daerah yang mengimplementasikan pembebasan PBG maupun BPHTB gratis bagi MBR, tentunya ini menjadi perhatian kami nantinya apakah akan menambah BSBS, apakah akan memberikan intervensi terkait dengan penataan umum, kemudian prasarana utilitas umum, maupun terkait dengan pemberian dukungan sanitasi untuk perumahan, termasuk juga persentase penganggaran untuk perumahan di dalam APBD. Kami berharap juga tentunya daerah juga bisa melaporkan terkait dengan CSR, termasuk juga itu penganggaran, baik dari APBDes maupun dari APBD,” ungkapnya.
Selanjutnya, diharapkan ada Peraturan Kepala daerah terkait dengan inovasi di bidang perumahan. Ini sesuai dengan arahan dari Sekjen Kemendagri.
Sahli Ekebang Yuas Elko yang mengikuti Rakor secara virtual dari Ruang Rapat Bajakah, Lantai II Kantor Gubernur, menyampaikan, “Arahan dari Sekjen Kemendagri tadi harus disampaikan ke Gubernur.”
Terkait dengan paparan dari Dirjen PKP, Yuas Elko mengatakan, “Ini perlu disosialisasikan kepada masyarakat, juga kepada pejabat.”
“Saya melihat di media bahwa di Kota Palangka Raya akan dibangun sebanyak 244 unit, mungkin ini bagian dari itu juga,” tutur Sahli Ekeubang.
Sahli Yuas Elko berharap ada kolaborasi antara Provinsi dan Kota dalam melaksanakan kunjungan ke lapangan untuk mengatasi inflasi di Kalteng. (May/Lry)















