Rakor Inflasi, Mendagri: Kegiatan Pemerintah Daerah Kembali Boleh Dilaksanakan di Hotel

Sahli Ekeubang Yuas Elko mengikuti Rakor Pengendalian Inflasi secara virtual dari Ruang Rapat Bajakah, Lantai II Kantor Gubernur, Selasa (10/6/2025).
PALANGKA RAYA – BIRO ADPIM. Staf Ahli (Sahli) Gubernur Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan (Ekeubang) Yuas Elko mengikuti Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi secara virtual dari Ruang Rapat Bajakah, Lantai II Kantor Gubernur, Selasa (10/6/2025). Rakor dipimpin Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Republik Indonesia (RI) Bima Arya Sugiarto didampingi Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Pudji Ismartini serta Deputi III Kantor Staf Presiden (KSP) Bidang Perekonomian Edy Priyono.
Dalam kesempatan tersebut, Wamendagri Bima Arya Sugiarto menyampaikan arahan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian terkait penyelenggaraan kegiatan Pemerintah Daerah yang kembali diperbolehkan untuk dilaksanakan di hotel.
“Pak Menteri memberikan arahan sebagaimana yang Beliau telah sampaikan juga secara terbuka di media bahwa silakan teman-teman Kepala Daerah, Gubernur, Bupati, Wali Kota, dan jajaran untuk dapat menyelenggarakan rapat dan pertemuan di hotel,” ucapnya.
Pada Rakor tersebut, salah satu yang menjadi fokus arahan adalah pentingnya pemanfaatan ruang fiskal daerah secara optimal berdasarkan data yang dimiliki masing-masing Pemerintah Daerah.
“Kepala Daerah perlu terus mendorong dan mengoptimalkan belanja daerah agar pertumbuhan ekonomi di wilayah masing-masing dapat berjalan maksimal. Selain itu, Pemerintah Pusat juga membuka ruang bagi Kepala Daerah untuk menyampaikan masukan dan data-data strategis yang relevan, baik dari internal daerah maupun dari mitra,” ujarnya.
Wamendagri melanjutkan bahwa pelaksanakan kegiatan di hotel tentu dilakukan dengan beberapa catatan.
“Pertama, memperhatikan urgensi dan substansi. Kalau tidak perlu, tidak usah dibuat perlu. Kalau nggak ada urgensinya, tidak usah diprioritaskan. Yang kedua, dari segi frekuensi, artinya tentu dibatasi sesuai dengan kebutuhan,” lanjutnya.
Selain itu, melalui penyelenggaraan kegiatan di hotel, Wamendagri berharap dapat menghidupkan dan menggerakkan roda perekonomian di daerah.
“Yang penting adalah roda ekonomi di daerah berjalan. Yang penting adalah ekosistem perhotelan dan pariwisata kembali hidup mengantisipasi dampak-dampak yang akan berakibat pada pemutusan hubungan kerja dan lain-lain,” harapnya.
Sementara itu, Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini memaparkan data perkembangan inflasi Mei dalam kurun waktu 2021 hingga 2025 yang menunjukkan bahwa secara historis, Bulan Mei cenderung mengalami inflasi, dengan puncaknya terjadi pada Mei 2022 sebesar 0,40%. Namun, berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, Mei 2025 justru mencatatkan deflasi sebesar 0,37%, menjadi yang terendah dalam 5 tahun terakhir. Penurunan ini dianggap signifikan dan menjadi perhatian tersendiri dalam strategi pengendalian harga ke depan.
“Inflasi tertinggi terjadi pada Mei 2022 sebesar 0,40%, sedangkan terendah terjadi pada Mei 2025 yang mengalami deflasi sebesar 0,37%,” jelasnya.
Sedangkan berdasarkan analisis komponen, komponen inti masih mendominasi andil terhadap inflasi pada Bulan Mei, kecuali pada tahun 2022 dan 2023 ketika komponen harga bergejolak (volatile food) menyumbang andil inflasi terbesar. Dalam grafik yang ditampilkan, terlihat bahwa berbagai komponen seperti harga barang yang diatur pemerintah (administered prices), bahan makanan, serta barang-barang kebutuhan pokok lainnya memberikan kontribusi yang bervariasi setiap tahunnya terhadap inflasi atau deflasi.
“Komoditas komponen bergejolak dominan memberikan andil inflasi dan hal ini masih terjadi juga di Mei 2025. Namun, kalau kita lihat pada Mei 2025, komponen harga bergejolak yang mengalami inflasi ini. di antaranya adalah tomat, beras, dan timun. Sementara beberapa komoditas lain yang mendorong terjadinya inflasi di Mei 2025, itu juga didorong oleh komponen inti, yaitu untuk komoditas tarif pulsa Ponsel, emas perhiasan, dan kopi bubuk,” jelasnya.
“Ini menjadi indikator penting bagi kita semua bahwa pengendalian harga pangan dan distribusi barang harus menjadi fokus kerja Pemerintah Daerah dan Pusat. Ketika komponen harga bergejolak mendominasi, itu berarti sistem distribusi dan pasokan belum stabil,” ucap Pujdi.
Pudji Ismartin melanjutkan bahwa berdasarkan data SP2KP sampai 5 Juni 2025, pada Indeks Perkembangan Harga Minggu Pertama Juni 2025, terdapat 12 Provinsi yang mengalami kenaikan IPH, 1 Provinsi stabil, dan 25 Provinsi mengalami penurunan IPH dibandingkan bulan sebelumnya. Adapun komoditas penyumbang kenaikan IPH di 12 Provinsi yang mengalami kenaikan IPH adalah beras dan daging ayam ras. (may/fen)















