Meneropong Peran Humas Pemerintah Memasuki Era 4.0
Sumber gambar : senikomunikasi.com
Oleh : Dewi Yuliyanti, S.Sos *
GPR, Government Public Relation. Apa dan bagaimana sebenarnya GPR atau Humas Pemerintah itu? Samakah dengan humas-humas perusahaan atau sektor swasta lainnya? Yang sering terdengar, humas itu tukang foto dan tukang release berita kegiatan pemerintah seperti yang biasa dilihat dalam buletin-buletin keluaran pemerintah. Informasi itu tidak sepenuhnya salah, tapi juga tidak seluruhnya lengkap. Sebab masih ada ruang lingkup humas pemerintah yang sering luput dari kesadaran bahkan bagi praktisi humas pemerintah itu sendiri yang diwadahi dalam sebuah jabatan fungsional Pranata Humas. Mari kita kulik “isi ransel” praktisi humas pemerintah sebagaimana diamanatkan dalam Permenpan-RB No. 6 Tahun 2014 Tentang Jabatan Fungsional Pranata Humas.
Seperti halnya humas di sektor swasta lainnya, humas pemerintah sebagai sebuah lembaga, sama-sama bertugas utamanya untuk sosialisasi program pemerintah, edukasi publik dan kampanye program pemerintah yang bermuara pada citra, dalam hal ini citra pemerintah, baik pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota. Citra adalah kesan yang timbul di tengah masyarakat, tentu yang diharapkan adalah kesan yang positif. Upaya yang dilakukan salah satunya melalui kegiatan penyampaian informasi dan komunikasi yang efisien. Itulah mengapa praktisi humas pemerintah sering disebut tukang foto atau tukang nulis press release. Hal tersebut melekat dalam fungsinya sebagai penyampai informasi. Masyarakat ingin mengetahui apa saja yang dilakukan pemerintah. Oleh karena itu petugas humas akan mendokumentasikan serangkaian kegiatan pimpinan misalnya Bupati, Walikota, Gubernur hingga Presiden untuk kemudian disampaikan melalui media massa, mulai dari display foto, buletin sampai media sosial. Semua bertujuan untuk mensosialisasikan program-program pemerintah.
Lebih dari itu, humas pemerintah menjalankan fungsi sebagai mediator antara pemerintah dan masyarakat. Di masa-masa ketika pintu kebebasan berpendapat dibuka lebar, kini masyarakat leluasa menyampaikan keluhan bahkan kritik kepada pemerintah. Maka humas pemerintah berfungsi menjembatani, menjadi saluran untuk menyampaikan klarifikasi sebelum kritik berkembang menjadi fitnah/ hoax atau berubah bentuk menjadi sebuah gerakan misalnya demonstrasi. Melalui jalinan hubungan dengan media massa, humas pemerintah dapat menyampaikan klarifikasi tersebut tentu dengan bahasa yang mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan pertanyaan baru bagi masyarakat. Beberapa lembaga pemerintah bahkan memiliki juru bicara untuk mengkounter isu atau kritik yang disampaikan masyarakat. Namun masih banyak pula yang belum memanfaatkan fungsi humas dalam hal ini, sehingga suara masyarakat dalam bentuk kritik, tak jarang menggelinding liar tanpa kejelasan. Hal ini tentu saja mempengaruhi tingkat kepuasan masyarakat terhadap pemerintah bahkan stabilitas keamanan.
Fungsi humas pemerintah seringkali masih belum dimanfaatkan secara optimal, tanpa disadari kadang-kadang perannya tergantikan dengan Satpol PP. Ketidakpuasan akan sikap “diam” nya pemerintah, dapat membuat sebagian masyarakat meluapkan ketidakpuasan melalui demonstrasi sehingga yang turun tangan justru Satpol PP atau dalam kasus penertiban misalnya penggusuran. Hal ini mengesankan bahwa pemerintah tidak mengedepankan komunikasi dua arah melainkan meyelesaikan segala perkara secara instan dengan jalur keamanan. Ini tidak sepenuhnya salah sebab jika tidak terjadi kesepakatan memang wajar terjadi protes, tetapi bila terlampau sering menggunakan jalur keamanan untuk menyelesaikan masalah, hal ini dapat mencederai kepercayaan dan kepuasan masyarakat. Humas pemerintah dalam hal ini hadir sebagai pihak yang tajam pendengaran dan penglihatannya terhadap situasi yang terjadi termasuk aspirasi yang disampaikan massa terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah, diharapkan humas pemerintah menjadi channel/ saluran yang ditunggu masyarakat untuk didengarkan, dan bila memungkinkan bahkan menjadi inisiator rekonsiliasi jika terjadi krisis.
Dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara – Reformasi Birokrasi No. 6 Tahun 2014, tugas humas lainnya juga meliputi audit komunikasi. Dibandingkan dengan audit keuangan, istilah ini masih awam bahkan bagi praktisi humas pemerintah sekalipun. Mengapa disebut audit? Sebab dalam perencanaan, anggaran untuk komunikasi pemerintah terbilang cukup besar misalnya dalam hal kontrak halaman dengan media cetak, rubrik advertorial, biaya siaran yang bekerjasama dengan stasiun televisi atau radio, dan sebagainya. Semua komponen tersebut menggunakan anggaran yang bersumber dari APBN/APBD sehingga untuk mengukur efektivitas dan efisiensinya sebenarnya diperlukan audit komunikasi pada kurun waktu tertentu. Tentu saja, istilah audit ini masih awam bagi praktisi humas sekalipun. Karena itulah audit komunikasi belum menjadi prioritas sekalipun fungsinya tak kalah penting dari audit keuangan.
Berkaitan dengan era milenial saat ini, dimana era industri generasi ke-empat 4.0 telah di depan mata, bagaimanakah peran humas pemerintah? Industri 4.0 ditandai dengan kemunculan perkembangan teknologi yang memungkinkan manusia untuk lebih mengoptimalkan fungsi otak. Lalu di mana fungsi humas pemerintah? Apakah tugas-tugas dasar humas pemerintah yang konvensional masih bisa relevan mengikuti perkembangan industri digital?
Jawabannya, Humas pemerintah di era industri 4.0 harus mulai berubah. Humas tidak bisa lagi hanya mengandalkan sarana komunikasi konvensional tetapi harus menguasai sarana komunikasi baru yang dimanfaatkan secara optimal. Dalam hal ini, maka fungsi humas harus didukung oleh kecepatan piranti misalnya internet dan aplikasi lainnya, jika tidak maka apa yang disampaikan hanya akan bersifat “basi” malah tertinggal jauh dengan media digital lainnya. Petugas humas tidak bisa lagi copy paste, tapi diharapkan menjadi channel pertama yang mengeluarkan statement dari pemerintah. Tentu ini menjadi tantangan besar bagi petugas humas pemerintah, perlu usaha keras untuk dapat mewujudkannya.
Humas pemerintah juga tidak boleh lagi baperan, alias terbawa perasaan terhadap isu-isu yang beredar. Sebaliknya, humas harus mulai bersikap kepo (knowing every particular object), ingin mengetahu setiap detil peristiwa serta update dalam menghadapi sebuah isu. Jangan sampai justru petugas humas lah yang menelorkan hoax, apalagi belum lama ini dalam Konvensi Nasional Humas 4.0, Presiden Jokowi mengangkat “Indonesia Berkata Baik” sebagai gerakan bertagar. Berangkat dari tagar ini, Humas Pemerintah dituntut untuk turut berperan memperkatakan, menyampaikan informasi kepada masyarakat dengan bahasa yang baik.
Humas pemerintah tetap strategis posisinya di era 4.0, sejauh mampu bergerak cepat sebab tuntutan masyarakat untuk memperoleh informasi juga semakin cepat. Kecepatan gerak humas ini tak lain adalah untuk mengantisipasi munculnya hoax yang marak dewasa ini. Integritas seorang petugas humas pemerintah harus tambah mumpuni di era 4.0 dengan tetap menjaga kejujuran dalam penyampaian berita, tidak berbohong dan jangan sampai apa yang disampaikan menimbulkan pertanyaan baru di masyarakat. Dengan demikian Humas Pemerintah tetap siap menghadapi industri 4.0 dengan segala tugas-tugas yang melekat padanya. (*penulis adalah Pranata Humas Ahli Pertama di Biro Protokol dan Komunikasi Publik Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Tengah)