CDC Uraikan Efek Samping Vaksinasi Covid-19 yang Jarang Terjadi
PALANGKA RAYA – BIRO ADPIM. Tim Komunikasi Publik Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Kalimantan Tengah (Kalteng), melansir Satgas Covid 19 Pusat, dalam rilis pers Senin (8/11/2021) menyampaikan bahwa Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menyebut vaksinasi Covid-19 aman dilakukan. Namun, efek samping mungkin akan timbul terhadap sebagian orang.
“Beberapa orang tidak memiliki efek samping. Banyak orang telah melaporkan efek samping yang dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk melakukan aktivitas sehari-hari, tetapi mereka akan hilang dalam beberapa hari,” jelas CDC dalam laman resminya.
Meski mungkin menimbulkan efek samping, CDC merekomendasikan semua orang berusia 12 tahun ke atas untuk mendapatkan vaksinasi sesegera mungkin guna membantu melindungi diri dari Covid-19 dan komplikasi terkait yang berpotensi menjadi parah.
CDC bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan AS atau Food and Drug Administration (FDA) serta lembaga terkait lainnya terus memantau keamanan vaksin Covid-19. Efek samping yang mungkin terjadi telah dilaporkan ke bagian eksternal Sistem Pelaporan Kejadian Tidak Diinginkan Vaksin atau Vaccine Adverse Event Reporting System (VAERS). VAERS menerima laporan tentang efek samping apapun setelah vaksinasi apapun.
“Laporan efek samping kepada VAERS setelah vaksinasi, termasuk kematian, tidak selalu berarti bahwa vaksin menyebabkan masalah kesehatan. Efek samping yang serius setelah vaksinasi Covid-19 jarang terjadi tetapi dapat terjadi,” kata CDC.
Oleh karena itu, untuk kesadaran publik dan demi kepentingan transparansi, CDC memberikan informasi terbaru tentang kejadian buruk yang mungkin terjadi, sebagai berikut:
1. Anafilaksis
Anafilaksis adalah suatu reaksi alergi berat yang terjadi secara tiba-tiba dan dapat menyebabkan kematian. Beberapa gejalanya, antara lain ruam gatal, pembengkakan tenggorokan, dispnea, muntah, kepala terasa ringan, dan tekanan darah rendah. Anafilaksis setelah vaksinasi Covid-19 jarang terjadi. Namun, ada kasus di Amerika Serikat di mana anafilaksis terjadi pada 2-5 orang per satu juta orang yang divaksinasi. Reaksi alergi yang parah, termasuk anafilaksis, dapat terjadi setelah vaksinasi apa pun. Jika ini terjadi, penyedia vaksinasi dapat secara efektif dan segera mengobati reaksi tersebut.
2. Trombosis dengan Sindrom Trombositopenia (TTS)
Trombosis dengan TTS setelah vaksinasi Johnson & Johnson Janssen (J&J/Janssen) Covid-19 jarang terjadi. Per 13 Oktober 2021, lebih dari 15,2 juta dosis Vaksin J&J/Janssen Covid-19 telah diberikan di Amerika Serikat. CDC dan FDA mengidentifikasi 47 laporan yang dikonfirmasi tentang orang-orang yang mendapatkan Vaksin J&J/Janssen Covid-19 dan kemudian mengembangkan TTS. Wanita berusia 50 tahun ke bawah harus waspada terhadap risiko ini meski jarang ditemukan. Hingga saat ini, dua kasus TTS yang dikonfirmasi setelah vaksinasi mRNA Covid-19 (Moderna) telah dilaporkan ke VAERS setelah lebih dari 388 juta dosis vaksin mRNA Covid-19 diberikan di Amerika Serikat. Berdasarkan data yang tersedia, tidak ada peningkatan risiko TTS setelah vaksinasi mRNA Covid-19.
3. Guillain-Barre Syndrome (GBS)
CDC dan FDA sedang memantau laporan Guillain-Barre Syndrome (GBS) pada orang yang telah menerima Vaksin J&J/Janssen Covid-19. GBS adalah kelainan langka di mana sistem kekebalan tubuh merusak sel-sel saraf, menyebabkan kelemahan otot, dan terkadang kelumpuhan. Kebanyakan orang pulih sepenuhnya dari GBS, tetapi beberapa mengalami kerusakan saraf permanen. Setelah lebih dari 15,2 juta dosis Vaksin J&J/Janssen Covid-19 diberikan, ada sekitar 233 laporan awal GBS yang diidentifikasi di VAERS per 13 Oktober 2021. Kasus-kasus ini sebagian besar telah dilaporkan sekitar 2 minggu setelah vaksinasi dan sebagian besar pada pria berusia 50 tahun ke atas. CDC akan terus memantau dan mengevaluasi laporan GBS yang terjadi setelah vaksinasi Covid-19 dan akan meng-update informasi terbaru.
4. Miokarditis dan Perikarditis
Miokarditis atau peradangan dinding otot jantung dan perikarditis atau peradangan dari perikardium setelah vaksinasi Covid-19 jarang terjadi. Hingga 13 Oktober 2021, VAERS telah menerima 1.638 laporan miokarditis dan perikarditis di antara orang berusia 30 tahun ke bawah yang menerima vaksin Covid-19. Sebagian besar kasus telah dilaporkan setelah vaksinasi mRNA Covid-19 (Pfizer-BioNTech atau Moderna), terutama pada remaja pria dan dewasa muda. Melalui tindak lanjut, termasuk tinjauan rekam medis, CDC dan FDA telah mengkonfirmasi 945 laporan tentang miokarditis atau pericarditis dan kini sedang menyelidiki laporan ini untuk menilai apakah ada hubungan dengan vaksinasi Covid-19.
5. Laporan Kematian
Laporan kematian setelah vaksinasi Covid-19 jarang terjadi. Lebih dari 408 juta dosis vaksin Covid-19 diberikan di Amerika Serikat dari 14 Desember 2020 hingga 18 Oktober 2021. Selama waktu tersebut, VAERS menerima 8.878 laporan kematian (0,0022%) di antara orang-orang yang menerima vaksin Covid-19. FDA mewajibkan penyedia layanan kesehatan untuk melaporkan kematian apapun setelah vaksinasi Covid-19 kepada VAERS, meskipun tidak jelas apakah vaksin itu penyebabnya. Laporan efek samping kepada VAERS setelah vaksinasi, termasuk kematian, tidak selalu berarti bahwa vaksin menyebabkan masalah kesehatan.
“Tinjauan informasi klinis yang tersedia, termasuk bukti kematian, autopsi, dan catatan medis, belum menetapkan hubungan sebab akibat dengan vaksin Covid-19. Namun, laporan terbaru menunjukkan hubungan kausal yang masuk akal antara Vaksin J&J/Janssen Covid-19 dan TTS. Efek samping yang jarang dan serius, seperti pembekuan darah dengan trombosit rendah yang telah menyebabkan kematian,” ungkap CDC.
Sementara di Indonesia, hingga saat ini tidak ada kasus meninggal dunia akibat Covid-19. Ketua Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI) Prof. Hindra Irawan Satari menegaskan bahwa sampai saat ini tidak ada yang meninggal karena vaksinasi Covid-19.
Sempat beredar kabar bahwa sebanyak 30 orang meninggal dunia setelah melakukan vaksinasi Covid-19. Prof. Hindra menjelaskan ada 27 kasus kematian diduga akibat vaksinasi dengan Sinovac. Namun, setelah investigasi, kematian tersebut tidak terkait dengan vaksinasi. Investigasi meliputi data pemeriksaan, perawatan, rontgen, hasil laboratorium, dan CT Scan.
“Sepuluh kasus akibat terinfeksi Covid-19, 14 orang karena penyakit jantung dan pembuluh darah, 1 orang karena gangguan fungsi ginjal secara mendadak, dan 2 orang karena diabetes mellitus dan hipertensi tidak terkontrol,” jelas Prof. Hindra.
Adapun yang meninggal diduga akibat vaksinasi AstraZeneca, dikatakan Prof. Hindra, ada 3 kasus. Namun, ditegaskannya, juga tidak diakibatkan oleh vaksinasi, melainkan karena penyakit lain.
Lebih lanjut, Tim Satgas Covid-19 Kalteng mengimbau masyarakat untuk terus mendukung program vaksinasi, menerapkan protokol kesehatan 4M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan), serta melaksanakan 3T (Testing, Tracing, dan Treatment).
Dalam rilis pers hari ini, disampaikan pula perkembangan data Covid-19 yang dihimpun akumulasinya hingga pukul 15.00 WIB, di mana Kasus Konfirmasi ada penambahan 2 orang, yaitu di Sukamara 1 orang dan Murung Raya 1 orang, sehingga dari semula 46613 orang menjadi 46615 orang.
Pasien Sembuh ada penambahan 7 orang, yaitu di Palangka Raya 1 orang, Kotawaringin Timur 1 orang, Sukamara 2 orang, Kapuas 2 orang, dan Gunung Mas 1 orang, sehingga dari semula 45004 orang menjadi 45011 orang.
Dalam Perawatan ada penurunan 5 orang, sehingga dari semula 28 orang menjadi 23 orang. Dan, Kasus Meninggal tidak ada penambahan, sehingga tetap 1581 orang, dengan tingkat kematian atau Case Fatality Rate (CFR) 3,4%.
Terkait Keterpakaian Tempat Tidur atau Bed Occupancy Rate (BOR) pada rumah sakit, Tempat Tidur intensif mengalami penurunan Tempat Tidur Terpakai (2,4%), sehingga dari 9,5% menjadi 7,1%, di mana tidak ada Kabupaten/Kota dengan BOR di atas 50%. Sedangkan Tempat Tidur Isolasi, mengalami peningkatan Tempat Tidur Terpakai (0,2%), sehingga dari 1,2% menjadi 2,1%, di mana tidak ada Kabupaten/Kota dengan BOR di atas 50%.
Terkait capaian target vaksinasi sebesar 2.036.104, realisasi Vaksinasi Tahap I sebanyak 1.089.324 atau sebesar 53,50% dan Tahap II sebanyak 635.838 atau sebesar 31,23%. Sedangkan terkait capaian vaksinasi bagi Guru dan Tenaga Kependidikan, SMA, serta SMK Sederajat, realisasi Vaksinasi PNS/GTT/PTT sebanyak 6.258 atau sebesar 79,01%, Dosis I SMA/SMK sebanyak 72.522 atau sebesar 76,23%, dan Dosis II SMA/SMK sebanyak 31.682 atau sebesar 33,30%.
Sementara itu, kembali disampaikan bahwa berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2021, terdapat dua kriteria, yaitu Level 2 dan Level 3, untuk Kabupaten/Kota di Kalteng. Di mana, Level 2 meliputi Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur, Sukamara, Lamandau, Pulang Pisau, dan Palangka Raya. Sedangkan Level 3, meliputi Kapuas, Barito Selatan, Barito Utara, Katingan, Seruyan, Gunung Mas, Murung Raya, dan Barito Timur. (ran)